3. Louis Blériot

PELINTAS SELAT INGGRIS PERTAMA

JAUH SEBELUM pesawat terbang pesawat terbang diciptakan, sosok Louis Blériot dengan sorot matanya yang tajam telah mencerminkan karakter seorang penerbang.

Ia dilahirkan pada tahun 1872 di Cambrai — kota yang nantinya merupakan titik pertempuran pada Perang Dunia I — dan bekerja sebagai seorang insinyur. Ia telah menciptakan lampu mobil Blériot, yang sangat laku dijual dan menghasilkan banyak uang sehingga ia dapat membiayai eksperimen dengan pesawat terbang.

Blériot pertama kali tertarik untuk terbang ketika pada tahun 1900 ia melihat Paris Exhibition dimana dipamerkan sebuah mesin terbang yang dibuat oleh Clement Ader. Pesawat tersebut memiliki mesin uap dengan sayap yang menyerupai kelelawar. Meskipun gagal, ini merupakan suatu terobosan dalam dunia penerbangan saat itu. Perhatian Blériot tertuju pada kegagalan Ader untuk mengendalikan pesawat. Ia lalu merancang sebuah pesawat yang serupa, namun dengan desain sayap yang dapat digerakkan mirip kelelawar. Saat pertama kali dicoba pesawat terhempas ke tanah.

Pada saat yang bersamaan, Octave Chanute, seorang eksperimenter Amerika keturunan Perancis, berkunjung ke Paris dan bergabung dengan French Aero Club pada tanggal 2 April 1903. Ia menceritakan pengalaman terbangnya serta pengalaman Wright bersaudara, namun tidak menjelaskan soal lengkung sayap dan kendali tuas yang tidak begitu diperhatikannya. Namun informasi yang diberikan oleh Chanute telah memberi inspirasi bagi eksperimenter Ferber untuk memperbaiki uji terbang, dan menarik perhatian seorang penerbang balon Perancis yang juga ahli mesin bermotor, Ernest Archdeacon, yang merupakan anggota French Aero Club.

Pada tahun berikutnya Ferber mengajar di Lyons khusus dalam bidang perkembangan terbang layang. Setelah ia pensiun, seorang insinyur Perancis bernama Gabriel Voisin muncul dan menyatakan bahwa ia ingin mempersembahkan hidupnya dalam bidang penerbangan. Selanjutnya Voisin tinggal di Paris dan kemudian bertemu dengan Archdeacon, yang mengajaknya untuk membuat pesawat dengan pola pesawat Wright. Pesawat ini diuji di dekat Berck-sur-Mer di pesisir Selat Inggris pada tahun 1904. Tak lama kemudian adik Gabriel, Charles Voisin, ikut bergabung untuk mendirikan sebuah pabrik pesawat profesional pertama di dunia pada tahun 1905. Mereka menciptakan pesawat layang dengan pola Wright untuk Archdeacon. Namun saat diterbangkan dengan ditarik mobil pada parade militer Issy-les-Moulineaux di dekat Paris, pesawat ini patah dan terhempas ke tanah.

Archdeacon dan Voisin kemudian bekerjasama untuk merancang sebuah desain pesawat baru. Sayap pesawat baru ini memiliki tiga batang penyangga, menyerupai layang-layang kotak. Terdapat elevator di bagian depan dan belakang pesawat, serta ekor yang memiliki dua kotak penyangga untuk kestabilan pesawat. Pesawat ini memiliki pelampung. Ini dimaksudkan agar pesawat dapat ditarik dengan kapal motor di atas air.

Sepanjang tahun 1905 Blériot mulai bekerjasama dengan Voisin bersaudara, dan pada musim panas tahun itu mereka membuat sebuah pesawat layang berpelampung yang sedikit berbeda dengan model Archdeacon. Pesawat Archdeacon-Voisin mempunyai sayap rentang sejajar dengan penyangga vertikal. Pesawat Blériot-Voisin memiliki sayap dengan rentang yang lebih rendah, serta penyangga samping di sisi luar ujung sayap bawah hingga sayap atas. Pesawat ini hanya memiliki satu penyangga ekor. Ini tidak sesuai dengan keinginan Blériot untuk menciptakan pesawat dengan sayap lengkung yang kuat dan dapat digerakkan. Eksperimen itu telah mengajarkan padanya bahwa ia harus lebih banyak belajar sebelum dapat terbang dengan tenaga mekanis.

Louis Blériot kemudian belajar menjadi sinematografer, meskipun sebelumnya ia juga pernah membuat film. Dengan kameranya sendiri, ia mengambil gambar uji terbang di sungai Seine pada musim panas tahun 1905. Filmnya merupakan awal sejarah film tentang eksperimen uji terbang pesawat, dan menjadi salah satu film terpenting di dunia. Jika anda berkesempatan melihatnya, jangan lewatkan, karena ini merupakan “karya agung” dalam dunia seni.

Bersama Gabriel Voisin sebagai pilotnya, dua pesawat tersebut melayang ke udara dalam jarak yang pendek seperti layang-layang yang ditarik di atas air di sungai dekat Paris. Namun pesawat ini hanya memiliki satu elevator kendali, dengan kestabilan yang masih diragukan. Pesawat tersebut oleng dan kemudian jatuh ke air tak terkendali. Voisin selamat meskipun pesawatnya hancur. Ia patut dihargai keberaniannya dalam mencoba pesawat untuk mengungkap tabir rahasia penerbangan. Ia sadar terhadap resiko yang dihadapinya, sehingga mencoba menarik pesawat dengan pelampung di air demi keamanan apabila jatuh saat uji coba.

Kedua pesawat kemudian dikonstruksi, dan diuji coba kembali pada tahun berikutnya. Pesawat model Blériot-Voisin juga dipasangi mesin berbahan bakar rancangan Antoinette, serta uji terbang baik dengan mesin maupun ditarik di atas air. Namun semua uji coba tersebut gagal.

Blériot beranggapan bahwa ia telah salah langkah. Ia kemudian meninggalkan pabrik Voisin bersaudara, yang masih meneruskan pembuatan pesawat bersayap ganda. Ia lalu kembali membuat pesawat sayap tunggal, namun kali ini dengan sayap tetap. Dalam hal ini Blériot meninggalkan trend pemikiran yang ada saat itu, dan kemudian menjadi pemula dalam pembuatan pesawat bersayap tunggal. Namun ia belum berhasil saat pertama kali mencoba. Ia masih membutuhkan waktu yang panjang dan banyak biaya.

Tidak seperti Wright bersaudara yang berhasil karena proses pemikiran logis serta pengalaman praktis dan teoretis, Blériot harus berulangkali mencoba dan gagal. Ia meninggalkan satu ide apabila gagal, mencoba ide lain dan terus menyempurnakan mesin yang ia buat.

Ia berkembang dengan cepat. Pada tahun 1907 ia membuat dan menguji coba tiga jenis pesawat sayap ganda yang berbeda. Pesawat pertama mempunyai ekor di depan, dengan baling-baling dan kemudi di belakang. Pesawat ini terinspirasi oleh pesawat sayap ganda Santos Dumont yang berhasil memenangkan Archdeacon Cup. Blériot menyebut pesawat itu canard karena leher pesawat yang melengkung seperti bebek terbang. Sayapnya dilapisi dengan kertas. Pesawatnya yang kedua pada tahun 1907 memiliki sayap tandem seperti capung, sehingga ia menyebutnya libellule, yang berarti capung dalam bahasa Perancis, seperti halnya cannard yang berarti bebek. Pesawat kedua ini kurang berhasil seperti pesawat pertamanya, namun sangat menarik karena sayap depannya mempunyai semacam kemudi putar; sayap bagian luar dapat berputar pada poros dan menghasilkan keseimbangan kontrol; masing-masing sisi sayap tidak terkait satu sama lain dan bekerja secara terpisah.

Pesawat ketiganya pada tahun 1907 memiliki tampilan yang berbeda, dengan baling-baling dan sayap utama di depan, serta badan pesawat, elevator dan kemudi di belakang. Sayap utamanya tidak memiliki mekanisme keseimbangan lateral, dan hanya mengandalkan dua elevator yang bekerja secara terpisah sekaligus dengan kontrol depan-belakang.

Pada pesawat ketiga ini, Blériot menciptakan bantalan depan yang menjadi standar pesawat saat ini. Meskipun belum memiliki kontrol seefisien pesawat Wright, desain pesawat yang menyerupai burung telah menjadi dasar struktural bagi semua pesawat terbang. Desain Wright, terkecuali kontrol lateralnya, tak tertandingi terutama dalam hal bahan dasar pesawat. Wrights bersaudara merupakan insinyur dan ilmuwan yang memecahkan masalah penerbangan dengan dasar ilmu struktur, matematika, dan fisika. Mereka melakukan riset lapangan dan laboratorium untuk memecahkan persoalan mereka. Sedangkan Blériot, orang menyebutnya sebagai seniman yang pertama kali menciptakan pesawat biasa. Ia bekerja keras dan merancang pesawatnya dengan proses mental seperti seorang seniman yang sedang melukis, bukan seperti insinyur yang merancang sebuah struktur mekanis. Dan bahkan sampai saat ini, ketika perhitungan yang sangat rumit dipakai untuk dasar rancangan pesawat modern dan dengan detail laboratorium yang luas, ide pertama suatu pesawat baru tetap membutuhkan sketsa rancangan para seniman. Sebab bentuk pesawat merupakan karya seni, meskipun kerangka dasarnya merupakan urusan teknis yang membutuhkan studi aerodinamika dan ilmu hukum terbang.

Dengan pesawat pertamanya Blériot terbang sekitar 80 yar dengan kekuatan mesin 20 tenaga-kuda. Setelah beberapa kali uji terbang pesawat tersebut jatuh. Kemudian ia membuat pesawat kedua yang akhirnya juga jatuh, disusul dengan pesawat ketiganya. Pada tahun 1908, ia terus membuat pesawat sayap tunggal dan semuanya jatuh. Sebuah usaha yang ia sebut sendiri sebagai “ keinginan untuk memecahkan rahasia terbang”. Pada tahun itu juga ia kembali memasang kemudi putar pada ujung sayap pesawatnya. Ia juga mulai mengendalikan pesawatnya dengan sebuah tuas utama serta batang kemudi berporos. Jika didorong pada salah satu sisi, sayap pada sisi itu akan melengkung ke bawah. Jika didorong ke depan maka hidung sayapnya akan melengkung ke bawah. Jika ditarik ke belakang hidung sayap akan naik. Jika batang kemudi didorong ke depan dengan kaki kanan hidungnya akan bergerak ke kanan, dan jika kemudi didorong ke depan dengan kaki kiri hidungnya akan bergerak ke kiri.

Gerakan kontrol ini sangat alami. Apa yang dilakukan oleh pilot diikuti oleh pesawat. Dan dalam hal ini pilot menjadi bagian dari pesawat itu sendiri. Dengan kontrol Wright, gerakan kendali dan respon pesawat kurang menyatu, kecuali pada kendali elevator. Bahkan Wright bersaudara menghubungkan kemudi dengan gerakan lengkung sayap, sedangkan Blériot menghubungkan kemudi putar dengan elevator. Kemampuan metode Perancis ini lebih unggul dan menjadi sistem standar di banyak tempat dengan sedikit variasi.

Pada tahun 1909 Blériot telah berhasil menerbangkan pesawatnya yang ke sepuluh. Pesawat ini merupakan pesawat bersayap tunggal dengan gerakan lengkung sayap (yang ia adopsi dari demonstrasi Wilbur Wright di Perancis). Pesawat ini memiliki sayap ekor dengan ujung berporos yang berfungsi sebagai elevator, serta kemudi kecil tanpa sirip. Sebuah rangka yang mirip ujung ranjang besi dipasang di depan mesin pesawat, berfungsi sebagai pengait mesin dan pegas suspensi untuk roda kawat bagian bawah depan pesawat. Sebuah roda kawat bawah belakang dipasang di depan elevator. Sayap yang terbungkus kain diikat dengan kabel lewat sebuah tonggak di atas dan bawah badan pesawat.

Bagian depan badan pesawat ditutup untuk memisahkannya dengan kokpit pilot, namun penopang belakangnya terbuka. Blériot membiarkan bagian belakang badan pesawat terbuka untuk mengurangi bobot pesawat. Ini menguntungkan karena tidak perlu ada tambahan sirip dan ukuran kemudi yang kecil, membuat pesawat ringan pada bagian samping belakang sayap. Pesawat saat ini harus tepat bobotnya pada bagian samping belakang sayap agar dapat terbang lurus ke depan, seperti anak panah yang harus mempunyai sirip penyeimbang agar dapat meluncur lurus. Pada pesawat Blériot penopang dan kabel diatur sedemikian rupa agar pesawat tetap lurus, serupa dengan ekor pada layang-layang. Jika seluruh badan pesawat ditutup maka daya dorongnya akan berkurang, sehingga memungkinkan pesawat oleng, dan pengendalian menjadi tidak stabil. Pada awalnya hal itu tidak begitu diperhatikan sampai detil sehingga mengakibatkan efek yang kurang menggembirakan.

Sampai sejauh ini Blériot telah menghabiskan dana tak kurang dari £30.000 untuk eksperimennya, dan keuangannya semakin menipis. Keuntungan dari usahanya menjual lampu telah dihabiskan untuk membiayai uji terbangnya. Saat itu pemerintah tidak bersedia membeli satu pun pesawatnya. Pembeli swasta pun hanya tertarik untuk melihat. Satu-satunya cara agar para perancang dan pembuat pesawat dapat mencukupi eksperimennya adalah dengan membuat rekor terbang yang hebat, sehingga pembeli kemungkinan akan tertarik. Jika ada pembeli yang tertarik maka biaya eksperimen akan kembali.

Saat itu harian Daily Mail menawarkan £ 1000 untuk penerbangan pertama melintasi Selat Inggris. Hubert Latham, seorang keturunan Inggris dan Perancis yang sekolah di Universitas Oxford, mencoba untuk memenangkan hadiah tersebut. Ia terbang dengan menggunakan pesawat sayap tunggal Antoinette bermesin V-8. Pesawat ini dirancang oleh Léon Levavasseur dan dibiayai oleh saudara perempuannya. Mesin pesawat dibuat pada tahun 1905 dan pada awalnya dibuat untuk mesin kapal motor. Pesawat sayap tunggal Antoinette dengan sayap dan badan pesawat yang panjang, merupakan salah satu pesawat terbaik saat itu. Mekanisme kontrol pesawat tersebut agak berbeda dengan rancangan Wright maupun Blériot. Sebagai tambahan batang kemudi pada kokpit, dua buah roda putar dipasang pada kedua sisi luar badan pesawat. Sang pilot menggerakkan roda ini ke depan dan belakang, mengatur elevator dengan tangan kanannya, serta mengatur sayap dengan tangan kiri.

Tidak seperti Blériot, Latham tidak termasuk dalam delapan nama tokoh yang mendapat penghargaan sertifikat penerbang yang dikeluarkan oleh Aero Club di Perancis pada bulan Januari 1909. Namun ia merupakan pilot yang terampil. Pada bulan Juli tahun itu ia membawa pesawatnya ke Sangatte, kota pesisir di dekat Calais, Perancis. Ia merakit dan menyimpannya di sebuah gudang tua bekas proyek Channel Tunnel. Ia mencoba terbang pada tanggal 19 Juli 1909, namun busi pesawat mengalami gangguan, sehingga terhempas di lepas pantai sekitar enam mil dari pesisir Perancis. Ia mendarat dengan mulus di atas air tanpa merusakkan pesawat.

Pemerintah Perancis mengirimkan sebuah kapal perang untuk melakukan penyelamatan. Mereka melemparkan salah seutas tali dari dek kapal untuk menyelamatkan Latham terlebih dahulu. Kemudian Latham ditarik ke atas kapal. Saat berusaha menyelamatkan pesawat, justru menyebabkan pesawat rusak parah sehingga tak dapat terbang lagi. Pesawat Antoinette baru kemudian dibuat dan dikirim dari Paris untuk Latham.

Sementara itu Louis Blériot telah tiba di Calais. Pesawat Blériot XI telah dikirim dengan kereta barang. Seekor kuda menariknya dengan posisi sayap yang aman pada badan pesawat. Pesawat itu kemudian dirakit di daerah bukit pasir Baraques.

Salah seorang pesaing lain, Comte de Lambert, tiba di daerah Wissant, dekat Boulogne, dengan pesawat sayap ganda Wright.

Blériot tidak membuang waktu. Pesawatnya segera dirakit, kemudian ia menunggu laporan cuaca di Hotel Terminus di dekat stasiun kereta Calais. Salah satu kakinya masih dibalut dengan perban. Beberapa hari sebelumnya salah satu pipa bahan bakar pesawatnya patah ketika sedang terbang sehingga pesawat terbakar. Ia terhempas ke tanah dan salah satu kakinya harus dibalut perban karena luka bakar. Setelah mendengar laporan cuaca yang baik hari itu ia mencoba terbang ke Baraques pada pagi dini hari tanggal 25 Juli.

Sementara itu Latham masih beristirahat di hotelnya di daerah Sangette. Menjelang fajar teman-temanya telah berada di perbukitan Blanc Nez dan mengamati langit. Mereka tidak memberitahu Latham karena angin saat itu bertiup kencang dan tidak teratur, sehingga kurang ideal untuk melakukan penerbangan terutama untuk pesawat yang berkekuatan rendah. Pagi itu mereka melihat persiapan pesawat Blériot di dataran rendah di bawahnya. Ketika melihat pesawat itu mulai terbang mereka mengira bahwa itu hanyalah penerbangan latihan. Mereka berpikir bahwa cuaca hari itu kurang baik untuk terbang ke Selat Inggris. Namun mereka menyaksikan bahwa pesawat tersebut terbang ke arah laut. Mereka memperhatikannya sampai pesawat tidak kelihatan lagi. Akhirnya mereka sadar bahwa ini bukan penerbangan latihan namun penerbangan yang sesungguhnya.

Mereka lalu bergegas menghubungi Latham dan mencari pesawat Antoinette. Mekaniknya segera mempersiapkan pesawat. Namun Latham tidak bisa mengejar Blériot lagi. Meskipun masih ada kemungkinan Blériot gagal terbang dan jatuh ke laut. Ia segera menghubungi stasiun radio dan menunggu berita dari Dover yang terletak di seberang laut.

Blériot sempat mengalami kesulitan masuk kokpit karena luka di kakinya. Ia harus menggunakan tongkat untuk berjalan. Ia berdiri di atas pesawatnya memandang ke arah laut sambil bertanya pada temannya dimana letak kota Dover di seberang laut. Salah seorang temannya menunjukkan arah kota Dover. Blériot lalu duduk. Pesawat bermesin Anzani tiga silinder dengan kekuatan 25 tenaga kuda itu dinyalakan dengan memutar baling-baling menggunakan tangan. Saat mesin menyala dari knalpotnya terdengar suara yang tidak beraturan. Mesin tipe ini tidak dapat bertahan sampai 20 menit karena panas mesin yang tinggi yang bisa menyebabkan pesawat jatuh. Meskipun demikian, dengan pesawat ini Louis Blériot terbang ke Inggris dengan mesin yang lemah serta motor pesawat yang tidak stabil. Untuk sampai di Inggris pesawat harus dapat terbang lebih dari 20 menit. Bagaimanakah ia akan berhasil dengan peralatan seperti itu? Dalam kisah Tragedi Cato karya Addison, Portius mengatakan :

“Tidak selamanya kita akan selalu berhasil,

Tapi kita akan tetap berusaha, Sempronius, kita pantas berhasil.”

Blériot pantas berhasil karena usaha, kemampuan, tekad dan keberaniannya yang tidak dimiliki oleh semua orang.

Saat melintasi laut Blériot sempat melihat asap dari kapal perang Perancis Escopette di depannya, yang sempat mengganggu penerbangannya selama sekitar sepuluh menit. Ia berhasil melewatinya dengan kecepatan penuh. Yang dilihatnya hanyalah langit yang berkabut dengan angin tak beraturan serta air laut di bawahnya yang berombak besar. Garis pesisir Perancis tidak kelihatan lagi, sedangkan pesisir Inggris juga belum terlihat. Ia tidak memiliki kompas, tidak mengetahui arah dengan pasti dan selama duapuluh menit ia membiarkan pesawat terus melayang. Saat itu tidak ada yang bisa menolongnya, bahkan ia tak melihat kapal satu pun. Jika ia jatuh ke laut, kemungkinan untuk selamat sangat tipis. Bahkan ia tak dapat mengandalkan badan pesawat sebagai pelampung apabila ia jatuh ke air.

Blériot mengalami gangguan mesin ketika sudah hampir melewati Selat Inggris. Mesin pesawat berbunyi keras. Ini merupakan gejala panas mesin yang berlebihan, menunjukkan adanya panas tinggi pada silinder, piston dan poros as. 20 menit titik kritis telah terlampaui. Ia hampir gagal di tengah perjalanannya.

Batas waktu mesin menyala selama 20 menit telah terlampaui. Namun ini hanyalah statistik aritmetis, bukan angka pasti. Dalam kasus individual kadang tidak mesti sama. Ini merupakan perhitungan saja, jika diterapkan kemungkinan bisa lebih atau kurang. Pengalaman yang dialami masing-masing orang mungkin tidak sama satu dengan yang lainnya.

Pengalaman terbang Blériot membuktikan hal ini. Pada saat mesin pesawatnya mengalami gangguan karena panas yang berlebihan hujan gerimis turun. Titik air yang mengenai mesin pesawat membuat panas silinder berkurang. Ini membuat temperatur mesin kembali normal dan mesin dapat kembali stabil sampai Blériot menyelesaikan perjalanannya. Pesawat bermesin Anzani itu pun tiba di padang Dover.

Blériot memperhatikan dataran di bawahnya yang terletak di sebelah barat-laut Dover, tepatnya di St. Margaret’s Bay. Ia lalu berbelok ke arah barat-daya Dover untuk mencari tanda Tricolor (bendera Perancis) dimana para wartawan Perancis berjanji untuk menunggunya. Namun mereka tidak ada di sana, karena Blériot terbang terlalu pagi sehingga belum ada yang siap. Ketika itu angin bertiup kencang. Angin kencang berhembus ke arah pegunungan kapur yang ada di dekatnya, membawa pesawat kecil itu sehingga sulit dikendalikan. Blériot kesulitan mengarahkan pesawat dan mendarat dengan keras di sebuah  padang rumput di dekat Dover Castle. Badan pesawat rusak, baling-balingnya patah, dan Bleriot mengalami luka ringan. Di tempat itu sekarang terdapat prasasti batu berbentuk pesawat Blériot untuk menandai tempat pendaratan orang yang pertama kali melintasi Selat Inggris.

Tak ada orang yang menyaksikan bagaimana Blériot mendarat. Selama beberapa saat, ia sendirian di padang rumput tersebut. Tak lama kemudian datang polisi Inggris. Kemudian wartawan Perancis yang telah membuat tanda Tricolor tiba. Selanjutnya, banyak orang berkerumun di tempat itu meskipun tidak terlalu antusias terhadap prestasi terbang yang luar biasa tersebut. Rekor terbang Blériot belum begitu diketahui orang saat itu. Namun Lord Northcliffe, yang menjanjikan hadiah untuk rekor tersebut, tidak meragukan kemampuan Blériot. Kepada karyawannya di harian Daily Mail ia memerintahkan untuk menulis di halaman depan koran tersebut dengan judul : “Inggris Bukan Lagi Pulau Terpisah.” Sejak hari itu konsepsi tentang sistem pertahanan mulai berubah. Kekuatan angkatan laut tidak lagi menjadi “benteng pertahanan” seperti yang diungkapkan oleh Shakespeare. Suatu konsep baru dalam bidang pertahanan sejak saat itu mulai menggunakan kekuatan udara untuk mengurangi resiko, yang telah disadari oleh Inggris selama beberapa abad.

Sementara itu peraturan hukum di Inggris perlu dikaji ulang. Petugas pabean Inggris segera datang ke padang rumput tersebut. Louis Blériot telah datang ke Inggris. Sebagai apakah ia datang? Seorang pilot? Petugas pabean lalu memeriksa surat-surat untuk Blériot. Belum terdapat dokumen yang mengatur urusan ini, seperti yang mengatur kedatangan menggunakan kapal. Blériot disebut sebagai “Master” penerbang yang telah melintasi Selat Inggris. Apakah nama pesawatnya? Blériot menjawab pesawat sayap tunggal. Dalam dokumennya kemudian ditulis “Louis Blériot, Master Pesawat Sayap Tunggal.” Petugas pabean tersebut cukup serius dengan pekerjaannya. Jika ada lelucon atau humor tentang hal tersebut maka pantas ditujukan kepada prestasi sang pilot Perancis itu.

Sehari kemudian Madame Blériot menyusul suaminya ke Inggris, yang saat itu prestasinya disambut dengan perayaan di London. Selain menerima hadiah uang £ 1000 dari harian Daily Mail, Blériot juga menerima tambahan £ 2000 dari pemerintah Perancis, dan memperoleh total uang £ 4000 untuk prestasi terbangnya. Ini membuat popularitasnya mencuat. Ia kemudian mendirikan sekolah penerbangan di kota Pau, Perancis, saat kembali ke negerinya, serta membuka sebuah pabrik pesawat. Di pabrik tersebut ia membuat sekitar 800 buah pesawat dengan empat puluh desain yang berbeda-beda hingga pecahnya perang pada tahun 1914. Pemerintah Perancis membuat kontrak dengannya, dan pesawatnya dibeli oleh Korps Terbang Kerajaan Inggris. Sejumlah pesawat dibawa keluar Perancis untuk pertama kalinya pada bulan Agustus 1914.

Tipe pesawat XI yang telah berhasil melintasi Selat Inggris tetap menjadi desain pesawat Blériot yang paling populer sebelum pecahnya perang. Tipe pesawat tersebut dibuat dengan kursi tunggal maupun kursi ganda, dan berhasil melakukan sejumlah penerbangan spektakuler serta memenangkan berbagai penghargaan di tangan para pilot dari berbagai negara. Sejak saat itu pesawat dipasangi mesin yang lebih stabil, berkekuatan 50 sampai 70 tenaga kuda rotary Gnôme, yang lebih ringan namun bertenaga dibandingkan dengan kebanyakan mesin pada saat itu. Chavez, seorang pilot dari Peruvia berhasil melakukan penerbangan melintasi pegunungan Alpen untuk pertama kali namun tewas saat mendarat di Italia, dan diperkirakan karena kedinginan. Beberapa pilot memenangkan perlombaan terbang Paris-Roma dan Paris-Madrid. Claude Grahame White memenangkan kejuaraan terbang Gordon Bennett Cup di Amerika Serikat pada tahun 1910. Di Inggris Gustav Hamel memenangkan kejuaraan terbang dari Brooklands ke Brighton, Tom Sopwith memenangkan kejuaraan Circuit of London, dan Letnan Perancis de V. Conneau memenangkan lomba Circuit of Britain sekaligus Circuit of Europe, semuanya dengan menggunakan mesin Blériot.

Banyak kecelakaan pesawat terjadi karena patahnya sayap saat melakukan penerbangan. Pada musim panas tahun 1912 sebuah komite Inggris melarang penggunaan pesawat sayap tunggal di Korps Terbang Kerajaan. Pemerintah Perancis meminta Blériot untuk menyelidiki penyebab kecelakaan, yang juga sering terjadi di Perancis. Pertama, Blériot menemukan bahwa kecelakaan terjadi setelah pilot menggerakkan tuas kontrol ke depan; dan kedua karena adanya beban udara yang terlalu besar pada bagian depan sayap pesawat. Kawat penyangga atas hanya dirancang untuk menahan sayap saat berada di landasan dan mengangkat sayap ketika pesawat akan mendarat. Karena itulah maka kawat ini juga biasa disebut “kabel pendaratan”. Kawat ini tak mampu menahan beban terbang. Blériot menyarankan perubahan untuk mengatasi masalah ini. Saat itu perusahaan milik Blériot merupakan pabrik pesawat terbesar di dunia, dan merupakan kontraktor utama Pemerintah Perancis. Karena itu ia sangat berhati-hati untuk mengambil keputusan untuk perusahaannya karena bisa berakibat buruk untuk usahanya.

Kembali ke tanggal 25 Juli 1909, saat Hubert Latham berdiri di Blanc Nez menunggu berita dari Blériot. Latham sangat kecewa karena gagal tinggal landas dengan pesawat Antoinette disebabkan oleh angin kencang yang juga mengganggu Blériot saat akan mendarat di padang rumput Dover. Meskipun tahu bahwa Blériot telah berhasil, ia tetap ingin menyusul menjadi orang kedua yang melintasi Selat Inggris. Dua hari setelah itu ia kembali mencoba. Ketika baru terbang satu mil ke arah Dover pesawat mengalami gangguan bahan bakar dan jatuh ke laut. Pendaratan ini kurang berhasil. Pesawat Antoinette menghantam air dengan keras. Latham mengalami luka parah. Ia tidak pernah mencoba lagi setelah itu. Namun ia berhasil terbang saat pameran dirgantara pertama di dunia yang diadakan di Rheims pada minggu keempat bulan Agustus 1909, sekaligus memperoleh penghargaan saat itu. Pada pameran dirgantara Blackpool yang diadakan bulan Oktober ia menciptakan sejarah dengan terbang pada kecepatan angin 40 mil per jam, sesuatu yang tak pernah terbayangkan oleh pilot lain sebelumnya. Ia menjadi salah satu pilot akrobatik pertama yang sering mengalami kecelakaan namun selamat. Namun saat berburu banteng di Kongo ia diseruduk banteng yang marah dan tewas karena luka-lukanya.

Pesawat cepat Perancis Deperdussin muncul pada tahun 1914 menjelang pecahnya perang. Namun Deperdussin gagal meraih sukses keuangan dan terbelit masalah hutang. Pesawat sayap tunggal Blériot telah menghilang pada awal pecahnya perang. Blériot mengambil alih pesawat Deperdussin, dan saat perang antara tahun 1914-1918 ia membuat pesawat tempur Spad, yang diterbangkan oleh Guynemer, Fonck, Nungesser dan pilot-pilot besar Perancis lainnya. Spad merupakan singkatan dari Société pour les Appareils Deperdussin, yang kemudian diubah menjadi Société pour Aviation et ses Dérivées. Desainer yang merancang pesawat tempur Spad adalah M. L. Béchereau. Pilot-pilot Amerika juga menerbangkan Spad, dan dua skadron Korps Terbang Kerajaan Inggris, yaitu skadron 19 dan 22 juga menggunakan pesawat ini.

Setelah perang antara tahun 1914 – 1918 Louis Blériot meneruskan usahanya di bidang penerbangan dengan mengawasi desain dan konstruksi pesawat-pesawat cepat berukuran kecil serta kapal-kapal besar bermesin empat. Namun sukses besar seperti yang diraihnya saat sebelum perang tidak menyertainya lagi. Pada peringatan dua puluh tahun sejarah prestasinya ia kembali terbang melintasi Selat Inggris. Kali ini bersama keluarganya terbang dengan pesawat Blériot berkekuatan 1000 tenaga kuda. Blériot meninggal pada tahun 1936. Namun namanya selalu dikenang dalam dunia penerbangan karena rekor 35 menit terbang melintasi Selat Inggris dengan pesawat berkekuatan 25 tenaga kuda — satu hari di tahun 1909 ketika Inggris masih merupakan pulau yang dianggap jauh dari Perancis.

Tinggalkan komentar