Operasi Terbang di Malam Hari

Terbang dalam kondisi biasa saja sangat berbahaya, apalagi di malam hari.   Namun demikian, trend yang ada akhir-akhir ini, serbuan udara selalu dilaksanakan di malam hari, seperti penyerbuan Kosovo.  Pesawat-pesawat justru berangkat setelah matahari tenggelam.   Hal inipun dilakukan oleh para penerbang tempur Iswahjudi.   Sejak era MiG sampai sekarang, terbang malam adalah hal biasa.

Saat kegentingan melanda di wilayah perbatasan Timor-Timur, patroli dilaksanakan dalam 24 jam. Ini menjadi tantangan bagi mereka.  Terbang di malam hari sangat berbeda dengan di siang hari.   Para penerbang tidak bisa melihat tanda-tanda di permukaan bumi kecuali ada bantuan cahaya.   Untuk menemukan musuh, penerbang harus dibantu oleh radar pesawat dan radar permukaan.   Sangat tidak mungkin penerbang bisa menemukan pesawat musuh di malam hari dengan mata telanjang kecuali mereka mampu melihat lampu pesawat musuh atau api after burner yang menyala di ekor pesawat.

Hal yang paling sulit lagi untul operasi tempur di malam hari adalah bagaimana bila harus bertempur dalam formasi tempur.   Taktik yang digunakan jelas sangat berbeda di taktik siang hari.  Di malam hari, gerakan pesawat kawan ataupun lawan hanya bisa dikenali dari gerakan lampu atau melihatnya di layar radar.  Untuk melakukan pertempuran jarak dekat tentunya menjadi hal yang sangat berbahaya.   Sehingga pertempuran udara jarak jauh, Beyond Visual Range (BVR), dengan mengandalkan kemampuan radar dan rudal, menjadi taktik andalan di era modern ini.

Untuk menghadapi tugas-tugas operasi yang tidak mengenal batas waktu, baik siang maupun malam, maka Pangkalan Udara Iswahjudi mendidik para penerbangnya dengan diversifikasi waktu latihan.  Jam kerja para prajurit dirotasi dalam periode waktu tertentu.   Para penerbang terbiasa  mengudara dini hari lalu mendarat pagi hari, mengudara sore hari dan mendarat di malam hari, dilain waktu ia juga mengudara di tengah malam yang gelap.

Jet Pertama Dalam Operasi Terbang Malam

Pertempuran udara du malam hari sebenarnya sudah ada sejak PD II dimulai.   Namun pelibatan pesawat jet didalamnya baru dimulai saat Perang Korea.   Hal ini dipicu oleh perubahan taktik yang digunakan oleh bomber B-29 Amerika, yang mulai melakukan penyerbuan di malam hari, bulan Juli 1952.   Penerbang-penerbang MiG-15 Rusia lalu mengubah taktiknya untuk operasi penyergapannya.  Inilah operasi pesawat jet di malam hari dimulai.

Dalam Perang Korea, Rusia sebenarnya sudah memiliki satuan tempur malam hari yang sangat baik di Manchuria, Resimen Udara 351.   Namun pesawat yang digunakan adalah La-11, bermesin piston.   Armada ini tentunya begitu kewalahan dengan B-29 yang memiliki kecepatan lebih tinggi.   Sehingga Armada MiG-15 diberi tugas untuk menggantikan tugas-tugas armada La-11.   MiG-15  menghentikan superioritas B-29 terhadap La-11.

Sukses tersebut mendorong Amerika menugaskan pesawat-pesawat baru untuk mendukung operasi B-29 di Korea.   Sebenarya para perwira senior Pentagom masih enggan untuk mengirimkan pesawat-pesawat jet  berteknologi radar dan senjata modern untuk terbang di Korea.   Mereka lebih takut pesawat-pesawat jet baru itu tertembak di daerah musuh, daripada kehilangan armada B-29.  Teknologi jet, radar, dan sistem control senjata merupakan barang baru yang masih dalam taraf rahasia pengembangan dan tidak boleh diadopsi negara lain. 

Namun demikian, pesawat F7F Tigercat dari United State Marine Corps (USMC) sudah benar-benar tak berdaya untuk meberi pengawalan yang baik pada operasi B-29.  Sehingga dikirimlah armada jet F3D Skynight dan F-94 Starfire untuk menjadi pengawal B-29.

Saat itu, teknologi radar belumlah sefektif seperti sekarang.   MiG-15 belum menggunakan radar.   Sedangkan armada Amerika masih mengandalkan IFF, dengan akurasi yang rendah.   Malam begitu gelap pekat, sehingga para penerbang pun masih sering bingung saat memutuskan untuk bertempur.   Mereka takut, jangan-jangan mereka menyergap pesawat kawan sendiri ! 

Perang Korea menjadi saksi bahwa pesawat jet sangat efektif untuk pertempuran malam, bila dilengkapi dengan radar.   Walaupun dibantu operator radar permukaan, Ground Controlled Interceptor (GCI), MiG-15 ternyata masih sering gagal melaksanakan taktik pertempurannya dengan baik tanpa adanya radar di pesawat.  

Pada akhirnya Amerika menciptakan F-86 Sabre, yang kemudian menjadi tandingan MiG-15.  Dua pesawat tersebut menjadi bintang di pertempuran Korea.   Angkatan Udara kita menggunakan MiG-15 dalam jumlah besar di awal tahun 60-an dan menggunakan pesawat-pesawat F-86 Sabre awal tahun 70-an.

4 tanggapan untuk “Operasi Terbang di Malam Hari

Tinggalkan Balasan ke budhiachmadi Batalkan balasan